Dasar-Dasar Pencinta Alam
Assalamaualaikum,,,
Siang sobat, kembali melanjutkan pembahasan kemarin mengenai Sejarah Pencinta Alam pada pembahasan kali ini akan membahas dasar-dasarnya sehingga pemahan kita mengenai Pencinta Alam tidak sia sia begitu saja, okk seperti biasa kita langsung ke TKP,,,
Assalamaualaikum,,,
Siang sobat, kembali melanjutkan pembahasan kemarin mengenai Sejarah Pencinta Alam pada pembahasan kali ini akan membahas dasar-dasarnya sehingga pemahan kita mengenai Pencinta Alam tidak sia sia begitu saja, okk seperti biasa kita langsung ke TKP,,,
MOUNTAINEERING
Aktivitas mendaki gunung akhir-akhir ini nampaknya
bukan lagi merupakan suatu
kegiatan yang langka, artinya tidak lagi hanya dilakukan oleh orang
tertentu (yang menamakan diri sebagai kelompok Pencinta Alam, Penjelajah Alam
dan semacamnya). Melainkan telah dilakukan oleh orang-orang dari kalangan umum.
Namun demikian bukanlah berarti kita bisa menganggap bahwa segala sesuatu yang
berkaitan dengan aktivitas mendaki gunung, menjadi bidang ketrampilan yang
mudah dan tidak memiliki dasar pengetahuan teoritis. Didalam pendakian suatu
gunung banyak hal-hal yang harus kita ketahui (sebagai seorang pencinta alam)
yang berupa : aturan-aturan pendakian, perlengkapan pendakian, persiapan,
cara-cara yang baik, untuk mendaki gunung dan lain-lain. Segalanya inilah yang
tercakup dalam bidang Mountaineering. Mendaki gunung dalam pengertian
Mountaineering terdiri dari tiga tahap kegiatan, yaitu :
1. Berjalan (Hill Walking)
Secara khusus kegiatan ini disebut mendaki gunung. Hill Walking adalah
kegiatan yang paling banyak dilakukan di Indonesia . Kebanyakan gunung di Indonesia
memang hanya memungkinkan berkembangnya tahap ini. Disini aspek yang lebih
menonjol adalah daya tarik dari alam yang dijelajahi (nature interested)
2. Memanjat (Rock Climbing)
Walaupun kegiatan ini terpaksa harus memisahkan diri dari
Mountaineering, namun ia tetap merupakan cabang darinya. Perkembangan yang
pesat telah melahirkan banyak metode-metode pemanjatan tebing yang ternyata
perlu untuk diperdalam secara khusus. Namun prinsipnya dengan tiga titik dan
berat dan kaki yang berhenti, tangan hanya memberi pertolongan.
3. Mendaki gunung es (Ice & Snow Climbing)
Kedua jenis kegiatan ini dapat dipisahkan satu sama lain. Ice
Climbing adalah
cara-cara
pendakian tebing/gunung es, sedangkan Snow Climbing adalah teknik-teknik
pendakian tebing
gunung salju. Dalam ketiga macam kegiatan di atas tentu didalamnya telah
mencakup : Mountcamping, Mount
Resque , Navigasi medan dan peta, PPPK
pegunungan, teknikteknik Rock Climbing dan lain-lain.
PERSIAPAN MENDAKI GUNUNG
1. Pengenalan Medan
Untuk menguasai medan dan memperhitungkan bahaya
obyek seorang pendaki harus menguasai menguasai pengetahuan medan, yaitu
membaca peta, menggunakan kompas serta altimeter. Mengetahui perubahan cuaca atau
iklim. Cara lain untuk mengetahui medan yang akan dihadapi adalah dengan
bertanya dengan orang-orang yang pernah mendaki gunung tersebut. Tetapi cara
yang terbaik adalah mengikut sertakan orang yang pernah mendaki gunung tersebut
bersama kita.
2. Persiapan Fisik
Persiapan fisik bagi pendaki gunung terutama
mencakup tenaga aerobic dan kelenturan otot. Kesegaran jasmani akan
mempengaruhi transport oksigen melelui peredaran darah ke otot-otot badan, dan
ini penting karena semakin tinggi suatu daerah semakin rendah kadar oksigennya.
3. Persiapan Tim
Menentukan anggota tim dan membagi tugas serta
mengelompokkannya dan merencanakan semua yang berkaitan dengan pendakian.
4. Perbekalan dan Peralatan
Persiapan perlengkapan merupakan awal pendakian
gunung itu sendiri. Perlengkapan mendaki gunung umumnya mahal, tetapi ini wajar
karena ini merupakan pelindung keselamatan pendaki itu sendiri. Gunung
merupakan lingkungan yang asing bagi organ tubuh kita yang terbiasa hidup di
daerah yang lebih rendah. Karena itu diperlukan perlengkapan yang memadai agar
pendaki mampu menyesuaikan di ketinggian yang baru itu. Seperti sepatu, ransel,
pakaian, tenda, perlengkapan tidur, perlengkapan masak, makanan, obat-obatan
dan lain-lain.
Related Article
BAHAYA DI GUNUNG
Dalam olahraga mendaki gunung ada dua faktor yang mempengaruhi berhasil
tidaknya
suatu pendakian.
1. Faktor Internal
Yaitu faktor yang datang dari si pendaki sendiri.
Apabila faktor ini tidak dipersiapkan dengan baik akan mendatangkan bahaya
subyek yaitu karena persiapan yang kurang baik, baik persiapan fisik,
perlengkapan, pengetahuan, ketrampilan dan mental.
2. Faktor Eksternal
Yaitu faktor yang datang dari luar si pendaki.
Bahaya ini datang dari obyek pendakiannya (gunung), sehingga secara teknik
disebut bahaya obyek. Bahaya ini dapat berupa badai, hujan, udara dingin,
longsoran hutan lebat dan lain-lain. Kecelakaan yang terjadi di gunung-gunung
Indonesia umumnya disebabkan faktor intern. Rasa keingintahuan dan rasa suka
yang berlebihan dan dorongan hati untuk pegang peranan, penyakit, ingin
dihormati oleh semua orang serta keterbatasan keterbatasan pada diri kita
sendiri.
LANGKAH-LANGKAH DAN
PROSEDUR PENDAKIAN
Umumnya langkah-langkah yang biasa dilakukan oleh kelompok-kelompok
pencinta alam dalam suatu kegiatan pendakian gunung meliputi tiga langkah,
yaitu :
1. Persiapan
Yang dimaksud persiapan pendakian gunung adalah :
• Menentukan pengurus panitia pendakian, yang akan bekerja mengurus :
Perijinan pendakian, perhitungan anggaran biaya, penentuan jadwal
pendakian,
persiapan perlengkapan/transportasi dan segala macam urusan lainnya yang
berkaitan
dengan pendakian.
• Persiapan fisik dan mental anggota pendaki, ini biasanya dilakukan dengan
berolahraga secara rutin untuk mengoptimalkan kondisi fisik serta
memeksimalkan
ketahanan nafas. Persiapan mental dapat dilakukan dengan
mencari/mempelajari
kemungkinan-kemungkinan yang tak terduga timbul dalam pendakian beserta
cara-cara
pencegahan/pemecahannya.
2.
Pelaksanaan
Bila ingin mendaki gunung yang belum pernah didaki
sebelumnya disarankan membawa
guide/penunjuk jalan atau paling tidak seseorang yang telah pernah mendaki
gunung tersebut, atau bisa juga dilakukan dengan pengetahuan membaca jalur
pendakian. Untuk memudahkan koordinasi, semua peserta pendakian dibagi menjadi
tiga kelompok, yaitu :
-Kelompok
pelopor
-Kelompok inti
-Kelompok
penyapu
Masing-masing
kelompok, ditunjuk penanggungjawabnya oleh komandan lapangan
(penanggungjawab
koordinasi). Daftarkan kelompok anda pada buku pendakian yang tersedia di
setiap base camp pendakian , biasanya menghubungi anggota
SAR atau juru kunci gunung tersebut. Didalam perjalanan posisi kelompok
diusahakan tetap yaitu : Pelopor di depan (disertai guide), kelompok initi di
tengah, dan team penyapu di belakang. Jangan sesekali merasa segan untuk menegur peserta yang melanggar peraturan
ini. Demikian juga saat penurunan, posisi semula diusahakan tetap. Setelah tiba
di puncak dan di base camp jangan lupa mengecek jumlah peserta, siapa tahu ada
yang tertinggal.
3.
Evaluasi
Biasakanlah melakukan evaluasi dari setiap
kegiatan yang anda lakukan, karena
dengan evaluasi kita akan tahu kekurangan dan kelemahan yang kita lakukan.
Ini
menuju perbaikan dan kebaikan (vivat et floreat).
FISIOLOGI TUBUH DI PEGUNUNGAN
Mendaki gunung adalah perjuangan, perjuangan
manusia melawan ketinggian dan segala konsekuensinya. Dengan berubahnya
ketinggian tempat, maka kondisi lingkungan pun jelas akan berubah. Anasir
lingkungan yang perubahannya tampak jelas bila dikaitkan dengan ketinggian
adalah suhu dan kandungan oksigen udara. Semakin bertambah ketinggian maka suhu
akan semakin turun dan kandungan oksigen udara juga
semakin berkurang. Fenomena alam seperti ini beserta konsekuensinya
terhadap keselamatan jiwa kita, itulah yang teramat penting kita ketahui dalam
mempelajari proses fisiologi tubuh di daerah ketinggian. Banyak kecelakaan
terjadi di pegunungan akibat kurang pengetahuan, hampa pengalaman dan kurang
lengkapnya sarana penyelamat.
1.
Konsekuensi Penurunan Suhu
Manusia termasuk organisme berdarah panas (poikiloterm),
dengan demikian manusia memiliki suatu mekanisme thermoreguler untuk
mempertahankan kondisi suhu tubuh terhadap perubahan suhu lingkungannya. Namun
suhu yang terlalu ekstrim dapat membahayakan. Jika tubuh berada dalam kondisi
suhu yang rendah, maka tubuh akan terangsang untuk meningkatkan metabolisme untuk mempertahankan suhu tubuh
internal
(mis : dengan menggigil). Untuk mengimbangi peningkatan metabolisme kita
perlu banyak makan, karena makanan yang kita makan itulah yang menjadi sumber
energi dan tenaga yang dihasilkan lewat oksidasi.
2.
Konsekuensi Penurunan Jumlah Oksigen
Oksigen bagi tubuh organisme aerob adalah menjadi
suatu konsumsi vital untuk menjamin kelangsungan proses-proses biokimia dalam
tubuh, konsumsi dalam tubuh biasanya sangat erat hubungannya dengan jumlah sel
darah merah dari konsentrasi haemoglobin dalam darah. Semakin tinggi jumlah
darah merah dan konsentrasi Haemoglobin, maka kapasitas oksigen respirasi akan
meningkat. Oleh karena itu untuk mengatasi kekurangan oksigen di ketinggian,
kita perlu mengadakan latihan aerobic, karena disamping memperlancar peredaran
darah, latihan ini juga merangsang memacu sintesis sel-sel darah merah.
3.
Kesegaran Jasmani
Kesegaran jasmani adalah syarat utama dalam
pendakian. Komponen terpenting yangditinjau dari sudut faal olahraga adalah
system kardiovaskulare dan neuromusculare.
Seorang pendaki gunung pada ketinggian tertentu akan mengalami hal-hal yang
kurang enak, yang disebabkan oleh hipoksea (kekurangan oksigen), ini disebut
penyakit gunung (mountain sickness). Kapasitas kerja fisik akan menurun secara
menyolok pada ketinggian 2000 meter, sementara kapasitas kerja aerobic akan
menurun (dengan membawa beban 15 Kg) dan juga derajat aklimasi tubuh akan
lambat. Mountain sickness ditandai dengan timbulnya gejala-gejala :
• Merasakan sakit kepala atau pusing-pusing
• Sukar atau
tidak dapat tidur
• Kehilangan control emosi atau lekas marah
• Bernafas agak berat/susah
• Sering terjadi penyimpangan interpretasi/keinginannya aneh-aneh, bersikap
semaunya dan bisa mengarah kepenyimpangan mental.
• Biasanya terasa mual bahkan kadang-kadang sampai muntah, bila ini terjadi
maka orang ini harus segera ditolong dengan memberi makanan/minuman untuk
mencegah kekosongan perut.
• Gejala-gejala ini biasanya akan lebih parah di pagi hari, dan akan
mencapai puncaknya pada hari kedua.
Apabila diantara peserta pendakian mengalami gejala ini, maka perlu secara
dini ditangani/diberi obat penenang atau dicegah untuk naik lebih tinggi.
Bilamana sudah terlanjur parah dengan emosi dan kelakuan yang aneh-aneh serta
tidak peduli lagi nasehat (keras kepala), maka jalan terbaik adalah membuatnya
pingsan. Pada ketinggian lebih dari 3000 m.dpl, hipoksea cerebral dapat
menyebabkan kemampuan untuk mengambil keputusan dan penalarannya menurun. Dapat
pula timbul rasa percaya diri yang keliru, pengurangan ketajaman penglihtan dan
gangguan pada koordinasi gerak lengan dan kaki. Pada ketinggian 5000 m,
hipoksea semakin nyata dan pada ketinggian 6000 m kesadarannya dapat hilang
sama sekali.
4.
Program Aerobik
Program/latihan ini merupakan dasar yang perlu
mendapatkan kapasitas fisik yang maksimum pada daerah ketinggian. Kapasitas
kerja fisik seseorang berkaitan dengan kelancaran transportasi oksigen dalam
tubuh selai respirasi. Kebiasaan melakukan latihan aerobic secara teratur,
dapat menambah kelancaran peredaran darah dalam tubuh, memperbanyak jumlah
pembuluh darah yang mrmasuki jaringan, memperbanyak sintesis darah merah, menambah kandungan jumlah
haemoglobin darah dan juga menjaga optimalisasi kerja
jantung. Dengan terpenuhinya hal-hal tersebut di atas, maka mekanisme
pengiriman oksigen melalui pembuluh darah ke sel sel yang membutuhkan lebih terjamin. Untuk persiapan/latihan aerobic ini biasanya harus diintensifkan selama dua
bulan sebelumnya. Latihan yang teratur ternyata juga dapat meningkatkan kekuatan
(endurance) dan kelenturan
(fleksibility) otot, peningkatan
kepercayaan diri (mental), keteguhan
hati serta kemauan yang keras.
Didalam latihan diusahakan denyut nadi mencapai 80% dari denyut nadi maksimal,
biasanya baru tercapai setelah lari selama 20 menit. Seorang yang dapat
dikatakan tinggi kesegaran aerobiknya apabila ia dapat menggunakan minimal
oksigen per menit per Kg berat badan. Yang tentunya disesuaikan dengan usia
latihan kekuatan juga digunakan untuk menjaga daya tahan yang maksimal, dan
gerakan yang luwes. Ini biasanya dengan latihan beban, Untuk baiknya dilakukan
aerobic 25-50 menit setiap harinya.
PENGETAHUAN DASAR BAGI
MOUNTAINEER
1. Orientasi Medan
A. Menentukan arah perjalanan
dan posisi pada peta
• Dengan dua titik di medan yang dapat
diidentifikasikan pada gambar di peta. Dengan menggunakan perhitungan
teknik/azimuth, tariklah garis pada kedua titik diidentifikasi tersebut di dalam peta. Garis perpotongan satu titik yaitu posisi kita
pada peta.
• Bila diketahui satu titik identifikasi. Ada
beberapa cara yang dapat dicapai:
:1. Kalau kita berada di jalan setapak atau sungai
yang tertera pada peta, maka perpotongan garis yang ditarik dari titik
identifikasi dengan jalan setapak atau sungai adalah kedudukan kita.
2. Menggunakan altimeter. Perpotongan antara garis yang ditarik dari titik identifikasi
dengan kontur pada titik ketinggian sesuai dengan angka pada altimeter adalah
kedudukan kita.
3. Dilakukan secara kira-kira saja. Apabila kita sedang mendaki gunung, kemudian
titik yang berhasil yang diperoleh adalah puncaknya, maka tarik garis dari
titik identifikasi itu, lalu perkirakanlah berapa bagian dari gunung itu yang telah kita daki.
B.
Menggunakan kompas
Untuk membaca peta sangat dibutuhkan banyak
bermacam kompas yang dapat dipakai dalam satu perjalanan atau pendakian, yaitu
tipe silva, prisma dan lensa.
C. Peta dalam perjalanan
Dengan mempelajari peta, kita dapat membayangkan
kira-kira medan yang akan dilaui atau dijelajahi. Penggunaan peta dan kompas
memang ideal, tetapi sering dalam praktek sangat sukar dalam menerapkannya di
gunung-gunung di Indonesia. Hutan
yang
sangat lebat atau kabut yang sangat tebal acap kali menyulitkan orientasi.
Penanggulangan dari kemungkinan ini seharusnya dimulai dari awal perjalanan,
yaitu dengan mengetahui dan mengenali secara teliti tempat pertama yang menjadi
awal perjalanan. Gerak yang
teliti dan cermat sangat dibutuhkan dalam situasi seperi di atas. Ada baiknya
tanda alam sepanjang jalan yang kita lalui diperhatikan dan dihafal, mungkin akan sangat bermanfaat kalau kita
kehilangan arah dan terpaksa kembali ketempat semula. Dari pengalaman terutama
di hutan dan di gunung tropis kepekaan terhadap lingkungan alam yang dilalui
lebih menentukan dari pada kita mengandalkan alat alat seperti kompas tersebut.
Hanya sering dengan berlatih dan melakukan perjalanan kepekaan itu bisa diperoleh.
2. Membaca Keadaan Alam
A.
Keadaan udara
• Sinar merah pada waktu Matahari akan terbenam. Sinar merah pada langit
yang tidak berawan mengakibatkan esok harinya cuaca baik. Sinar merah pada
waktu Matahari terbit sering mengakibatkan hari tetap bercuaca buruk.
• Perbedaan yang besar antara temperature siang hari dan malam hari.
Apabila
tidak angin gunung atau angin lembab atau pagi-pagi berhembus angin panas,
maka
diramalkan adanya udara yang buruk. Hal ini berlaku sebaliknya.
• Awan putih berbentuk seperti bulu kambing. Apabila awan ini hilang atau
hanya lewat saja berarti cuaca baik. Sebaliknya apabila awan ini
berkelompok
seperti selimut putih maka datanglah cuaca buruk.
B.
Membaca sandi-sandi yang diterapkan di alam menggunakan bahan-bahan dari alam,
seperti :
-Sandi dari batu yang dijejer atau ditumpuk
-Sandi dari batang/ranting yang dipatahkan/dibengkokkan
-Sandi dari rumput/semak yang diikat
Tujuan dari penggunaan sandi-sandi ini apabila kita kehilangan arah dan
perlu
kembali ke tempat semula atau pulang.
3. Tingkatan Pendakian gunung
Agar setiap orang mengetahui apakah lintasan yang
akan ditempuhnya sulit atau
mudah, maka dalam olahraga mendaki gunung dibuat penggolongan tingkat
kesulitan setiap medan atau lintasan gunung. Penggolongan ini tergantung pada
karakter tebing atau gunungnya, temperamen dan penampilan fisik si pendaki,
cuaca, kuat dan rapuhnya batuan di tebing, dan macam-macam variabel lainnya.
Kelas 1 : Berjalan. Tidak memerlukan peralatan dan teknik khusus.
Kelas 2 : Merangkak (scrambling). Dianjurkan untuk memakai sepatu yang
layak.
Penggunaan tangan mungkin diperlukan untuk membantu.
Kelas 3 :
Memanjat (climbing). Tali diperlukan bagi pendaki yang belum
berpengalaman.
Kelas 4 :
Memanjat dengan tali dan belaying. Anchor untuk belaying mungkin
diperlukan.
Kelas 5 :
Memanjat bebas dengan penggunaan tali belaying dan runner. Kelas ini
dibagi lagi
menjadi 13 tingkatan.
Kelas 6 : Pemanjatan artificial. Tali dan anchor digunakan untuk gerakan
naik.
Kelas ini sering disebut kelas A. Selanjutnya dibagi dalam 5 tingkatan.
sampe disini dulu yaa sobat blogger untuk lebih lengkapnya lagi terus kunjungi blog sederhana ini,, jangan lupa pollow me and comment nya,,